Sunday, May 27

menuju pertemuan kedelapan - pengakuan

"Ini anakku," Andita berbicara, enteng. Dera menatap bocah laki-laki kecil itu, tajam.
"Umur berapa dia?" katanya sambil memalingkan muka dari sosok kecil nan lucu itu.
"Tanggal 20 kemarin dia tepat berumur satu tahun. Ngomong-ngomong, dia anakmu."

* * *

Brakkk. Suara pintu dibanting. Dera mengikutiku masuk dan mencengkeram tanganku. Agak kasar.
"Mama tahu! Itu anak Dera, Ma!"
"Kamu nggak usah membentak Mama." kataku sambil melepaskan tangannya. Sakit. "Kalau anak itu benar anakmu, kenapa wanita jalang itu menikahi lelaki lain?? Hah!" bentakku, ikut terbawa emosi.
"Dera nggak mau tahu, besok Dera akan meminta suami Andita menceraikannya."

* * *

"Sekarang bagaimana, Mas?" kamu baru pulang dari kantor. Aku menceritakan semuanya. Awalnya kamu nampak kaget. Namun kemudian raut mukamu melunak.
"Kamu seharusnya sudah memperkirakan ini."
"Tapi gadis itu gila, Mas! Dia sudah menikah!"
"Sudahlah, Jeng. Sudah. Cukup. Biarkan Dera memilih jalannya. Dia sudah dewasa." nada bicaramu lantang. Bahkan aku lupa kapan terakhir kamu berbicara seperti itu. Aku terdiam. Menangis.


seharusnya memang aku tahu, masa laluku bahkan bisa terbawa kepada anakku. Tuhan, apa ini karma?

No comments:

Post a Comment