Tuesday, February 19

but love kills a fear

but you have no idea how much I care to you...

Saat kamu berteriak kencang karena tertarik pada sesuatu, aku sadar aku menyukaimu. Harimu sedang begitu menyedihkan dan kamu mulai menangis tersedu-sedu, saat itu aku tahu aku ingin memelukmu. Saat kamu bersama Josh lagi dan lagi, aku sadar yang kurasakan bukan sekedar suka lagi, tapi cinta.

* * *

Aku rasa aku akan mempertaruhkan segala resiko yang ada dan tak akan pernah menyesalinya. 

* * *

"Josh, sudahlah, relakan dia. Aku tahu seberapa banyak kau biarkan dia menangis karenamu." aku mengaduk hot latte-ku perlahan sambil berbicara. Josh belum memesan apapun. Matanya merah. Mungkinkah dia menangis?
"Kau gila. Aku mencintainya." Josh mulai merajuk. Tidak, Kara bilang Josh begitu jahat.
Hening beberapa saat, aku masih mencoba menemukan kalimat yang tepat. "Ikhlaskan dia bersamaku. Sekarang dia mencintaiku."
"Kau bohong. Kau kan sahabatnya! Kalian bersekongkol dengan mengarang semua ini, kan?"
Aku diam. Josh sepertinya mulai ngelantur.
"Kara sangat mencintaiku. Kami dua tahun lebih bersama. Tidak semudah itu. Lagipula, denganmu? Aku rasa kau bukan tipe Kara."
"Kalau kau begitu pintar, mengapa kau putuskan dia?"
"Aku tak pernah putus dengannya!"
"Aku akan menjaganya. Percaya saja padaku." kutinggalkan Josh beserta latte yang masih separuh namun telah begitu dingin. Tanpa menoleh ke belakang sedikitpun.

* * *

Kusebut kebahagiaan tatkala mengetahui kau senang dan akulah alasan di balik semua itu.

* * *

Siang menjelang sore. Di rumah begitu riuh oleh suara para aunty bergosip serta teriakan balita-balita. Besok semua sanak saudara akan berkumpul di rumah Kara. Esok akan menjadi hari bahagia bagi kami. Aku sudah memulai rinduku pada Kara dan kuambil ponselku hendak meneleponnya. Tapi one message received: Kara. "Temui aku sekarang di tempat biasa."

...and how much I am hurt because of you.

Wednesday, February 13

...a fear of judgement

esok Nanta akan menikahiku.

Malam ini ruangan tamu dihiasi bunga-bunga serba putih, dengan meja panjang di tengahnya. Para kerabat sibuk berlalu lalang sementara aku tidak melakukan apa-apa. Beberapa anak berlarian sambil tertawa melengking. Baby pasangan Nada dan Galih menangis kencang. Aku hendak menghampirinya.

Tapi tangisannya tiba-tiba mengingatkanku pada sesuatu. Sekejab kemudian aku sudah mengirimkan pesan singkat pada Nanta: temui aku sekarang di tempat biasa.

* * *

"Ada apa?"
"Karena besok kita akan menikah, sebaiknya aku mengatakan sesuatu."
Nafasku tersenggal tapi aku berusaha tenang. Nanta melihat aku malah seperti kedinginan sehingga dia mengenakan baju hangatnya kepadaku.
"Kamu cantik." sahutnya begitu kami bertatapan. Nanta begitu sering memujiku. Ah, Nanta. Nanta.
"Nan... Aku pernah hamil dengan Josh."
Nanta nampak sangat terkejut. Aku membuang muka, melihat di hadapanku hamparan pantai di gelapnya malam. Beberapa perahu nelayan menjauhi pantai. Apa yang kulakukan?
Beberapa detik setelahnya hanya terdengar suara ombak memecah keheningan. Aku menoleh. Nanta masih terdiam dengan raut muka teduhnya. Air mukanya seperti menulis sesuatu. Yang ini aku tak bisa membaca. Mungkin huruf A, atau O? Ah, mengapa kau tak bicara saja?
"Ah, itu artinya kamu bohong juga ketika mengatakan kepadaku bahwa dia sudah tak mencintaimu lagi? Aku tahu benar lelaki brengsek itu masih mengharapkanmu. Bahkan setelah dua tahun."
"Tidak Nan, dia bilang dia telah benar-benar melupakanku ketika dia mulai mengencani Tasha."
"Kamu bodoh. Aku fikir kamu sudah mengetahui aku dengan benar. Aku bukan kamu yang lebih suka tidak mengetahui apa-apa." Nanta berbicara panjang lebar, tapi nadanya masih datar. Aku sadar Nanta sangat ahli dalam mengatur egonya.
"Nan aku sungguh-sungguh minta maaf..." air mataku mulai menetes dan aku mulai sesenggukan.
Nanta tak bergerak. Sebenarnya dia sangat tidak kuat melihatku menangis. Tapi kali ini dia tak memelukku.
"Apa kita akan batal menikah?" aku memegang tangan Nanta, menariknya untuk memelukku. Nanta tak menolak.

Suara ombak menghujam karang malam itu terdengar sangat pilu.

Tuesday, February 5

lie is just a fear

a girl like you will always be such a tragic part of me. 

Setelah dua tahun lebih berpisah aku rasa aku tak sebodoh lelaki-lelaki lain. Menemukan kekasih baru. Mungkin dua-tiga kali menidurinya. Menindihnya sementara di benaknya bukan gadis itu melainkan seseorang yang lain. Seseorang yang menyeruak dari setiap hela dua-tiga tahunmu hidup dan mengenalkanmu pada satu candu dunia sekaligus perih.

Tapi hari ini ponselku menderingkan lagu kita. Lagu yang masih menjadi most played di playlist-ku walaupun aku ingat tepat dua tahun lalu itu terakhir kali aku memutarnya.
"Bi..." suara yang sama menyambut tepat ketika aku mengangkat telepon.
Aku masih diam dan aku rasa aku masih membingungkan akan kubalas apa panggilan yang dua tahun lalu itu terdengar sangat membahagiakan bagiku, sementara terdengar suara lagi.
"Aku ketemu dia, dia yang kamu bilang mirip aku."
"Oh ya? Kamu mengenalinya?" suaraku terdengar berat.
"Iya, Bi. Dia menghampiri mejaku, menyapaku, dan tersenyum sangat manis."
Aku lagi-lagi terdiam.
"Bahkan Nanta bilang dia sungguh mirip aku, matanya, hidungnya, bentuk mukanya..." kamu pun menyebut nama suamimu di selanya.
"Hahahaha. Aku khawatir Nanta menghampiri meja yang salah karena awalnya aku sendirian." aku rasa aku sedang menikmati setiap getaran suaramu dari speaker ponselku sementara kamu mulai merasa tak didengar.
"Kamu dengar aku, Bi? Aku ingin menanyakan, apa benar kata orang karena dia mirip aku lalu kamu jatuh cinta padanya?"
"Kalau aku mencintainya, kami tidak akan berpisah." jawabku singkat. Kamu tentu mengetahui benar aku tak sepertimu yang pandai mengungkapkan sesuatu. Kemudian aku teringat sesuatu dan bicara lagi, "Oh ya, pesan singkat minggu lalu dan aku meracau itu, kau ingat? Aku sedang mabuk. Kalau Hannah dan Bram tahu hal itu, mereka akan mengacaukan semuanya. Mereka ingin aku benar-benar melupakanmu. Kau ingat setahun yang lalu ketika aku memulai hubungan baru dengan Tasha? Aku membohongimu dengan mengatakan aku telah benar-benar kehilangan perasaanku."
Call disconnected. Entah kamu mendengarnya atau tidak.

~ a girl like you will always be such a tragic part of me. titik dua tutup kurung.