Tuesday, November 29

pertemuan keenam

dan semuanya semakin memburuk ketika kamu sadar seseorang yang selalu menjadi tempatmu bergantung seakan tak mampu lagi menjadi tempatmu bersandar. 

4 tahun yang lalu, saya 34 tahun
"Kamu dari mana saja, Mas? Kamu tahu kan hari ini Dera berulang tahun?"
"Manajer mengajakku makan malam tadi, dan dia berkata, besok aku tak perlu berangkat kerja lagi."
"Apa kamu bilang, Mas?"
"Semuanya memburuk. Padahal kemarin aku masih yakin posisiku tak akan goyah."
Aku lemas. Ambruk.

* * *

Berbulan-bulan lamanya kamu tak pernah keluar rumah. Kamu pintar. Sangat pintar bahkan. Ya, karena itu kamu bilang tak mungkin bekerja dengan gaji bahkan tak ada sepertiganya dari gaji pekerjaanmu sebelumnya.
Lalu aku dan ambisiku membawaku bekerja hampir 13 jam perhari, menjadi apapun, melakukan apapun. Hanya demi Dera.

* * *

Pertemuan keenam, restoran khas Italia
"Selalu cantik, setiap harinya." Dera memulai berbicara setelah menyilahkan Andita duduk.
"Mama akan takjub melihatmu." Dera melanjutkan bicara, berharap Andita tidak hanya diam. Tapi tak berhasil.
"Ma, Pa, di sini!" Dera setengah berteriak ketika melihat sepasang suami istri memasuki restoran.
Aku duduk, lalu kamu. Kamu tersenyum, Andita membalas.
"Tante nggak suka kamu berhubungan dengan Dera." kataku langsung. Kamu tersedak. Dera berteriak, "Mama!" Andita menatap dengan mata berkaca-kaca.
"Kamu tahu? Seumur hidup Dera nggak pernah menentang Tante."
Hening. "Kamu cantik, carilah lelaki lain." Lalu arogansiku membawa kakiku melangkah. Pergi.

I don't want to see you. Again.
Then, who wins this game?

Friday, November 25

menuju pertemuan keenam

11 tahun yang lalu, saya 27 tahun 
"Mama jangan pergi. Mama nggak boleh pergi. Biar papa yang pergi. Dera benci papa."
"Papa benci Mama. Papa nggak ingin ketemu kita lagi. Besok kita pulang ke tempat Nenek."
Deraku. Menangis. Aku memeluknya. Bagi Dera ini bukan hal baru. Kalian saling membenci. Kamu dan Dera. Kalian pikir kalian jauh berbeda. Tapi aku tahu, bahkan kalian sangat sama. Dalam hal apapun.

* * *

"Jangan membawa Dera terlalu jauh dariku. Kamu tahu, Dera hidupku juga, bukan hanya kamu."
"Tahu apa kamu soal Dera, Mas? Dia hidup 7 bulan lebih dalam perutku! Kamu bahkan selalu menyalahkan dia. Kamu cemburu padanya, ya kan, Mas?"
Kamu membuka jendela mobil, mengambil karcis tol, angin panas memasuki mobil, agak berdebu. Dera kecilku, kelas 5 SD, tertidur pulas di jok belakang.
"Kamu berubah sejak Dera lahir. Kamu sadar?"
"Kamu juga, Mas. Kamu juga."

* * *

2010. Sejam setelah insiden Restoran Masakan Jepang
"Kamu melupakan semua janjimu pada Mama."
"Dera minta maaf, Ma. Dera mencintai...." Dera belum menyelesaikan perkataannya, tapi aku muak.
"Cukup. Dera pilih Mama atau gadis itu. Sekarang."
"Ma, Dera nggak bisa. Mama hidup Dera, Andita juga."
"Tahu apa kamu soal hidup? Mama setengah mati melahirkan kamu. Kamu tahu?"
"Kenapa Andita, Ma? Kenapa?"
"Nggak akan sampai di otak kamu, Mama bahkan nggak ngerti kenapa. Mama cuma nggak suka."

Why don't you understand?

Friday, November 18

pertemuan kelima

7 tahun yang lalu, saya 31 tahun
"Mama, kenapa Dera nggak boleh pergi? Dera ingin pergi. Ingin pergi sejak dua tahun yang lalu."
Aku tersentak, Dera kecilku kelas 3 SMP. Sejak dia balita aku sadar suatu saat akan ada masa-masa dimana dia akan menolak, menentang, membangkang.
"Dera sakit, Dera nggak boleh capek. Nanti kalau sudah besar Dera harus jadi dokter." Lalu aku memeluknya dan menyadari dia sedang menangis.
"Dera sayang Mama."

* * *

Pertengahan 2009
"Tadi siang Dera ke kantor..." Aku menoleh, berhenti membaca novel yang sedang kubaca. Kamu menghembuskan asap rokokmu, panjang. Aku mendengus.
"Lalu?"
"Dera membawa seorang gadis, cantik..."
Kamu diam sejenak, aku tak bicara. Tapi kamu tahu aku melotot. "Dera bilang sudah berpacaran satu tahun dengan gadis itu..."


* * *

Oktober 2010, di sebuah restoran masakan Jepang
"Mama, Dera ingin mama bertemu seseorang." Dera memelukku dari belakang.  Aku menoleh.
"An-ndi-ta?" kataku terbata-bata.
Gadis itu hanya diam, berdiri. Aku melihatnya mengenakan gaun panjang merah muda bermotif bunga dengan bolero putih berlengan panjang. Kuakui dia cantik. Dan tidak terbuka seperti awal-awal aku bertemu dengannya. Tapi melihatnya hanya membuat aku ingin muntah. Glek!
"Iya, Ma. Dera ingin Mama tahu Dera nggak pernah berpisah dengan Andita. Akhir tahun ini Dera ingin Mama dan Papa melamar Andita."
Rasanya duniaku runtuh saat itu juga.

Lalu membesarkanmu 21 tahun, mempertaruhkan hidupku dan semuanyapun berakhir hari ini.

Tuesday, November 15

pertemuan keempat

"Ndit!"
"Mau kemana? Ayo aku antar."
"Ndit?"
"Aku nggak mau ketemu ibumu lagi."
Dera diam, Andita masih berjalan sampai Dera mencengkeram tangan Andita, kasar.
"Kamu sadar kan? Dia nggak menyukaiku!"
PLAKKKK.
dan pipi Andita memerah. lalu basah. air mata.

dan saat Andita mencoba lari untuk yang kedua kalinya, Dera tak lagi mencegahnya.


* * *

Bukan salah Andita.
Bukan salahnya kalau dia tidak pandai menanak nasi, di samping kepandaiannya memasak berbagai masakan.
Bukan salahnya kalau dia begitu cantik, dan semua orang memujinya, kecuali, aku.
Bukan salahnya kalau dia dicintai Dera.
Entah itu anak Wulan, atau pacar Dera semasa dia SMU dan aku sangat-sangat menyukainya.
Tapi itu bukan salah siapa-siapa, kalau aku sangat-sangat-sangat membenci Andita.

* * *

Lalu ketika kita benar-benar tak ingin dipertemukan dengan seseorang, tiba-tiba saja orang itu telah ada di depan matamu.

April 2010, pertengahan
"Andita?"
"Tante?"
"Siapa dia?"
"Teman kampus, Tante, kebetulan kita ada bisnis bersama, itu toko kami."
"Oh, Tante kira pacar baru kamu."

Lalu aku masih tersenyum lebar melihat Andita dengan seorang lelaki dan tak sabar sampai ke rumah untuk menceritakannya kepada Dera.



Dan gadis itu menahan sesak ketika dia harus bertemu wanita yang membesarkan kekasihnya.
Dan masih harus bertemu secara sembunyi-sembunyi. Entah sampai kapan.

Saturday, November 12

thing's left on 11-11-11

Let me introduce you, Annisa Fitriyanti :)
one of my housemates and best in editing photos!
Check these out:






and these wonderful pictures were taken by her corby!

11.11.11 ~ Heavenly Blush, Pondok Indah Mall

Wednesday, November 9

thing's left on november 5-6, 2011

escape for a while.


cheer up

some candid :)


at heaven place ..

we called it Paris ...

van Java :)

with best fellas in the world.
 

Monday, November 7

pertemuan ketiga

Idul Fitri tahun 2009
"Kenalin ini anakku, Dera, calon dokter, hihi."
"Oh jadi ini anak semata wayang yang selalu kamu ceritakan, Jeng? Dia tampan sekali," Dera menjabat tangan Wulan, senyum Dera selalu manis. Selalu. Aku lebih suka melihat senyum Dera dibanding senyummu.
"Aku ingin mengenal anak gadismu, Wulan. Kau membawanya?" Wulan hampir saja menjawab ketika aku melihat gadis itu, lagi-lagi gadis itu-- Andita melambai dari kejauhan, sejenak kemudian Dera berpamitan dan meninggalkan aku.

* * *

Entah darimana rasa benci itu datang. Bukan mulai hari ini. Tapi sejak awal aku tau Dera punya seorang gadis yang selalu ditelfonnya setiap malam. Bukan pertama kali aku bertemu dengannya. Tapi sejak aku sadar, Dera begitu mencintai gadis itu. Deraku. Deraku yang kecil. Tetaplah jadi Dera yang dulu. Bergonta-ganti pacar. Tak serius. Selalu ada untukku ketika kamu sibuk dengan duniamu sendiri.

* * *

Ulang tahun 38, akhir Februari 2010
"... There is never you in his life,"
Andita menangis. Kotak yang dibawanya jatuh. Suaranya gaduh. Sekejab kemudian aku melihatnya sudah berlari.
"Ndit!"
"Jangan kejar dia, jangan kejar dia, Dera. Tolong, kasihani Mama,"
Pestanya sudah berakhir. Sudah kacau. Tapi aku sadar Dera masih disampingku.




Di sana seorang gadis masih menangis.

Tuesday, November 1

pertemuan kedua

siang hari, di sebuah Mall
"Dera cerita banyak tentang Tante, Dera bilang Tante adalah Ibu paling hebat sedunia," Andita berbicara dengan mata berbinar, bibirnya penuh mayonnaise. Saya tak suka melihatnya.
"Oh ya? Dia nggak pernah berbicara tentang kamu..." kataku santai. Dia tersedak. "Kecuali betapa cantik dan pintarnya kamu," lanjutku, dengan senyum dipaksakan. Lagi-lagi dia tersenyum, lesung pipitnya terlihat jelas. Ya ya ya, sok imut, aku masih membatin ketika Dera muncul dari kejauhan. Mencium kening Andita, persis di depan mataku.

* * *

21 tahun yang lalu, saya 17 tahun
"Istri anda mengalami Eklampsia, Pak," kata Dokter itu kepadamu. Kamu meneteskan air matamu, pertama kalinya saya melihatmu menangis.
"Selamatkan keduanya, bisa kan? Saya bayar berapapun!" katamu, sesenggukan. Matamu masih menatap kakiku, yang membengkak tak senormal wanita hamil lainnya. Mataku berkunang-kunang, kata mereka aku habis kejang-kejang.
"Tekanan darahnya 200/110 mmHg, Dok,"
Kamu masih meracau. Sementara cairan merah dan hangat masih terus keluar dari rahimku. Lalu gelap.


I risked my whole life, bet for you. Better I'm dead before I give you birth and know everything's okay. I love you.

welcome november!

Finally October ended.
Welcome November, be nice ya :)

, it's No-vember, No-galau, No-more fight, No-more hurts. At least it's better than October :) - @omgugel