Wednesday, January 9

chronophobia

"Aku suka sekali senja." kamu membuka pembicaraan. "Tanpa awan yang ingin jatuh oleh gravitasi bumi."
Aku melirikmu sekilas, kamu hendak membalas tatapanku tapi aku cepat-cepat memalingkan muka.
"Aku lebih suka pagi. Bukan senja yang mengingatkan kita untuk segera pulang karena hari akan segera beranjak malam."
"Kita tak perlu pulang, kamu tahu? Aku akan membawamu kemanapun kamu ingin pergi."
"Malam ini? Aku sedang tak ingin. Hmm. Setidaknya tak seingin malam kemarin."
"Ayolah. Aku ganti hutangku kepadamu semalam." beberapa detik aku terdiam sementara pikiranku berubah sepersekian detik lebih cepat. Aku ingin.
"Oke. Kamu bisa membawaku ke ....."
Aku ingin melanjutkan tapi kemudian dering handphone-mu menghentikanku. Kemudian perasaanku tak enak.
Kamu berbicara, tanpa berpindah tempat. Seharusnya aku bisa memasukkan apa yang aku dengar itu ke dalam otakku dan dengan cepat memahaminya. Tapi gagal. Rasanya tak terdengar apa-apa.
"Sayang, maaf, aku harus..." kamu berbicara panjang lebar sementara aku terdiam. Tanpa sadar aku sudah mengangguk tepat di saat kamu selesai berbicara. Kemudian kamu beranjak, membuka dompet dan mengeluarkan selembar uang seratus ribu, kemudian dengan cepat kamu hilang dari penglihatanku.

* * *

Aku tak terlalu cerdas untuk berkeinginan pergi dari tempat itu juga seperti apa yang telah kamu lakukan. Sudah tiga jam sementara pelayan-pelayan cafe mulai berbisik-bisik sambil melihat ke arahku.
Handphone menjerit-jerit entah sudah yang keberapa. Bergantian dari line satu ke lainnya. Menelefon tanpa jeda ke semua ponselku ratusan kali? Itu keahlianmu.

* * *

Itu tepat pukul delapan malam ketika kamu datang lagi. Duduk di tempat yang sama. Air muka yang sudah sebulan lebih tak kulihat. Pedih.
Kurasa kamu sudah mengucapkan sekiranya sepuluh kalimat tanpa satupun berbalas. Aku mulai mengangkat muka dan berbicara, "Kamu tahu, sebenarnya bukan Galang yang merenggut keperawananku. Jauh sebelum mengenalmu aku telah terjatuh begitu dalamnya kepada seseorang. Dia bilang dia akan memutuskan hubungannya dengan kekasihnya kalau aku mau tidur dengannya. Tapi mereka tak pernah berpisah. Sampai aku mengetahui darimu, tepat kemarin, mereka telah berpisah."
Raut mukamu nampak marah dan mulai bicara lagi, "Jangan bilang. Tolong jangan bilang lelaki itu adikku."
"Iya, adikmu. Karena aku telah membohongimu setahun ini, sebaiknya kita berpisah saja."

Aku rasa hari itu senja lebih indah dibanding pagi dan malammu.

No comments:

Post a Comment