Sunday, June 19

saya juga pernah

saya juga pernah, berhasrat yang menggebu, dalam secarik kertas, sebuah pena, dan secangkir kopi, demi satu tulisan yang mereka sebut sastra

saya juga pernah, merinci kata demi kata ajaib yang bahkan tidak tercerna, membaca berulang-ulang, meresapinya hingga penat datang, hingga tiba pada penafsiran

saya juga pernah, menempatkan seseorang di atas segalanya, di atas mimpi dan asa yang menjulang tinggi, mengikuti arah kakinya melangkah, membangun sayap-sayap di punggung, melayang, tinggi, semakin tinggi, dan terjatuh begitu cepatnya, dan kemudian hilang

saya juga pernah, membanjirkan tangisan untuk seseorang, bukan semata-mata karena semua itu begitu menyakitkan, lebih kepada, bagaimana saya tidak bisa membangun rasa, seperti yang ia rangkai hari demi hari, ketika kami bersama

saya juga pernah, mencurangi dengan kedok lari dari apa yang orang sebut cobaan hidup, mendustai, berkelit, walau akhirnya entah atas dorongan apa, pengakuan adalah jalan yang saya tempuh


saya yang sekarang, mencintai anda begitu dalam, memiliki lebih banyak alasan untuk mempertahankan anda daripada menyudahinya

saya yang sekarang, mampu tersakiti dengan sekecil apapun tindakan anda, bukan karena saya tidak menyukai anda, lebih kepada sesuatu yang juga telah anda ketahui

saya yang sekarang, bisa lebih tegar daripada anda, namun bisa juga lebih rapuh daripada anda, dalam satu detik

No comments:

Post a Comment