saya juga pernah, berhasrat yang menggebu, dalam secarik kertas, sebuah pena, dan secangkir kopi, demi satu tulisan yang mereka sebut sastra
saya juga pernah, merinci kata demi kata ajaib yang bahkan tidak tercerna, membaca berulang-ulang, meresapinya hingga penat datang, hingga tiba pada penafsiran
saya juga pernah, menempatkan seseorang di atas segalanya, di atas mimpi dan asa yang menjulang tinggi, mengikuti arah kakinya melangkah, membangun sayap-sayap di punggung, melayang, tinggi, semakin tinggi, dan terjatuh begitu cepatnya, dan kemudian hilang
saya juga pernah, membanjirkan tangisan untuk seseorang, bukan semata-mata karena semua itu begitu menyakitkan, lebih kepada, bagaimana saya tidak bisa membangun rasa, seperti yang ia rangkai hari demi hari, ketika kami bersama
saya juga pernah, mencurangi dengan kedok lari dari apa yang orang sebut cobaan hidup, mendustai, berkelit, walau akhirnya entah atas dorongan apa, pengakuan adalah jalan yang saya tempuh
saya yang sekarang, mencintai anda begitu dalam, memiliki lebih banyak alasan untuk mempertahankan anda daripada menyudahinya
saya yang sekarang, mampu tersakiti dengan sekecil apapun tindakan anda, bukan karena saya tidak menyukai anda, lebih kepada sesuatu yang juga telah anda ketahui
saya yang sekarang, bisa lebih tegar daripada anda, namun bisa juga lebih rapuh daripada anda, dalam satu detik
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment