Idul Fitri tahun 2009
"Kenalin ini anakku, Dera, calon dokter, hihi."
"Oh jadi ini anak semata wayang yang selalu kamu ceritakan, Jeng? Dia tampan sekali," Dera menjabat tangan Wulan, senyum Dera selalu manis. Selalu. Aku lebih suka melihat senyum Dera dibanding senyummu.
"Aku ingin mengenal anak gadismu, Wulan. Kau membawanya?" Wulan hampir saja menjawab ketika aku melihat gadis itu, lagi-lagi gadis itu-- Andita melambai dari kejauhan, sejenak kemudian Dera berpamitan dan meninggalkan aku.
* * *
Entah darimana rasa benci itu datang. Bukan mulai hari ini. Tapi sejak awal aku tau Dera punya seorang gadis yang selalu ditelfonnya setiap malam. Bukan pertama kali aku bertemu dengannya. Tapi sejak aku sadar, Dera begitu mencintai gadis itu. Deraku. Deraku yang kecil. Tetaplah jadi Dera yang dulu. Bergonta-ganti pacar. Tak serius. Selalu ada untukku ketika kamu sibuk dengan duniamu sendiri.
* * *
Ulang tahun 38, akhir Februari 2010
"... There is never you in his life,"
Andita menangis. Kotak yang dibawanya jatuh. Suaranya gaduh. Sekejab kemudian aku melihatnya sudah berlari.
"Ndit!"
"Jangan kejar dia, jangan kejar dia, Dera. Tolong, kasihani Mama,"
Pestanya sudah berakhir. Sudah kacau. Tapi aku sadar Dera masih disampingku.
Di sana seorang gadis masih menangis.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment