"Ndit!"
"Mau kemana? Ayo aku antar."
"Ndit?"
"Aku nggak mau ketemu ibumu lagi."
Dera diam, Andita masih berjalan sampai Dera mencengkeram tangan Andita, kasar.
"Kamu sadar kan? Dia nggak menyukaiku!"
PLAKKKK.
dan pipi Andita memerah. lalu basah. air mata.
dan saat Andita mencoba lari untuk yang kedua kalinya, Dera tak lagi mencegahnya.
* * *
Bukan salah Andita.
Bukan salahnya kalau dia tidak pandai menanak nasi, di samping kepandaiannya memasak berbagai masakan.
Bukan salahnya kalau dia begitu cantik, dan semua orang memujinya, kecuali, aku.
Bukan salahnya kalau dia dicintai Dera.
Entah itu anak Wulan, atau pacar Dera semasa dia SMU dan aku sangat-sangat menyukainya.
Tapi itu bukan salah siapa-siapa, kalau aku sangat-sangat-sangat membenci Andita.
* * *
Lalu ketika kita benar-benar tak ingin dipertemukan dengan seseorang, tiba-tiba saja orang itu telah ada di depan matamu.
April 2010, pertengahan
"Andita?"
"Tante?"
"Siapa dia?"
"Teman kampus, Tante, kebetulan kita ada bisnis bersama, itu toko kami."
"Oh, Tante kira pacar baru kamu."
Lalu aku masih tersenyum lebar melihat Andita dengan seorang lelaki dan tak sabar sampai ke rumah untuk menceritakannya kepada Dera.
Dan gadis itu menahan sesak ketika dia harus bertemu wanita yang membesarkan kekasihnya.
Dan masih harus bertemu secara sembunyi-sembunyi. Entah sampai kapan.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment